Keadaan ini diperparah dengan tren memamerkan kesibukan di media sosial, yang rajin mem-posting. tentang betapa sibuknya mereka saat mereka lembur, saat dikejar banyak deadline, target, dan semacamnya, yang semuanya hanya untuk menunjukkan, bahwa mereka adalah pekerja keras dan pegawai yang berdedikasi. Pengaruh sosial media ini akhirnya juga mendorong yang lain untuk percaya, bahwa bekerja terlalu keras adalah hal yang keren. Lalu mulailah mereka membandingkan diri dan muncullah perasaan bersalah tentang kurang produktifnya mereka dan memilih untuk terus bekerja keras, tanpa mempedulikan yang lain, sehingga akhirnya terjebak dalam lingkaran budaya ‘gila kerja’ yang disebut ‘hustle culture.’
Pergeseran budaya seperti inilah yang mungkin sudah merampas seluruh hidup kita, bahkan tidak ada waktu lagi untuk menjalin relasi yang mesra dengan keluarga dan bahkan diri sendiri. Mengalokasikan waktu bersama mereka yang dikasihi, sepertinya dianggap sebagai penghalang produktivitas yang dapat ditunda. Keberhasilan dalam pekerjaan dianggap sebagai satu-satunya faktor yang membuat diri dan keluarga ikut merasa kebahagiaan, dan menganggap inilah satu-satunya cara dan solusi untuk siap menghadapi kesulitan hidup yang mungkin datang.
lingkaran budaya ‘gila kerja’ yang disebut ‘hustle culture.’
24 jam tidak lagi cukup untuk dibagi bersama keluarga yang dilihatnya, apalagi bersama Tuhan yang tidak dapat dilihatnya. Bekerja keras, mencurahkan segenap waktu dan tenaga untuk jaminan hidup yang lebih baik, dianggap sebagai doa atau ibadat yang lebih kongkret, yang lebih nyata, daripada duduk diam, berdoa untuk permohohan yang hanya mengandalkan iman dan kepasrahan kepada Tuhan. Doa pun akhirnya tidak ada lagi dalam jadwal hariannya, bahkan jadwal mingguannya, karena badan ini terlalu lelah untuk tidak diistirahatkan, setelah bekerja seharian penuh. Toh, Tuhan pasti tahu apa yang menjadi kebutuhannya.
Inilah yang mungkin menjadi pilihan hidup kita, yang terlalu sulit untuk menempatkan doa, apalagi doa bersama sebagai jadwal rutin yang harus dibangun dalam hidup kita yang singkat ini. Mungkin kita terlalu yakin dan percaya diri, bahwa hanya usaha kita lah, yang akan menentukan keberhasilan kita untuk memenangkan setiap perkara dan kesulitan yang kita hadapi. Tapi kita mungkin juga lupa, bahwa tidak selamanya kita dapat menduga: kesulitan apa yang akan kita hadapi, terutama di tengah situasi dunia saat ini yang penuh dengan ketidakpastian.
Situasi ketidakpastian inilah yang juga dihadapi bangsa Israel dalam Bacaan I, yang dalam perjalanannya keluar dari Tanah mesir, ternyata harus menghadapi serangan Bangsa Amalek. Allah yang selalu mendampingi mereka sejak dari Mesir, juga mengizinkan Bangsa Israel mengalami gangguan tak terduga di tengah perjalanan mereka. Dari kisah ini, tampaklah kekuatan doa yang ditunjukkan oleh Musa, dibantu oleh Harun dan Hun yang menopang tangannya, agar bangsa Israel memperoleh kekuatan dan kemenangan. Memang Allah tidak hanya menyuruh Musa untuk berdoa, tapi Ia juga ingin agar Bangsa Israel untuk bertempur melawan serangan musuh. Ada usaha dari mereka pula untuk berperang, tapi juga dibutuhkan kekuatan doa yang akan membantu mereka untuk mengalami kemenangan. Doa yang keluar dari mulut Musa dengan tangan yang terentang mempunyai kuasa yang ajaib untuk menyempurnakan usaha mereka untuk melawan serangan musuh.
Demikian juga Yesus dalam Injil Lukas hari ini, mengajarkan kekuatan dan keajaiban doa yang keluar dari mulut dan hati orang yang percaya. Yesus berkata: ‘Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Apakah ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?’ Inilah Allah kita yang selalu berkenan pada doa-doa kita, yang dengan penuh iman, memohon campur tangan Allah dalam setiap perkara yang kita hadapi. Dengan kebijaksanaan-Nya, Allah lebih tahu, kapan dan saatnya untuk memenangkan kita dalam setiap pergumulan hidup yang kita alami. Allah tidak ingin kita mengandalkan kekuatan diri sendiri, apalagi menjadi lelah dan putus asa, ketika kita merasa tidak ada jalan keluar dalam setiap kesulitan yang kita hadapi.
Saat ini, Allah hanya ingin kita setia, berjumpa dengan Diri-Nya dalam setiap kesibukan yang kita hidupi. Paulus dalam bacaan II hari ini mengingatkan kita, pada pengajaran yang kita peroleh dalam tulisan kudus, tentang iman yang memberi kita hikmat dan menuntun kepada keselamatan. Iman inilah yang membuat kita berani memasuki dunia, dengan segala kesulitannya, sekaligus memberi kita hikmat, kebijaksanaan untuk mengandalkan Tuhan saja yang akan melengkapi dan menyempurnakan usaha dan pekerjaan kita. Doa inilah yang juga membuat kita bijaksana dan kuat, ketika usaha yang kita lakukan tidak selamanya berhasil. Dan kebijaksanaan pula lah yang tidak akan membuat kita terjebak dalam hustle culture, yang tidak akan membawa damai sejahtera dalam hidup kita, karena telah menjauhkan kita dari Allah, diri sendiri dan sesama. Mari kita bawa segala persoalan kita kepada Allah dan bersama dengan nyanyian pemazmur hari ini, kita pun berani berdoa: ‘Pertolongan kita atas nama Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi.’ Amin..
Pst. Febry Ferdinan Laleno, OSC